Oleh: Anthia Dinti S.

Persepsi “alami selalu berarti aman” menimbulkan risiko bagi keselamatan masyarakat. Sebagian besar bahan alam memang aman dikonsumsi, namun pada kenyataannya beberapa bahan alam berbahaya bagi kesehatan, salah satunya adalah Efedra (Ma Huang). Sebuah kasus kontroversial yang mendapat perhatian luas dan memainkan peran besar dalam penilaian terhadap keamanan efedra adalah kematian seorang pemain professional American Baseball, Steve Bechler, pada tahun 2003.

Steve Bechler, seorang pitcher yang pada saat itu berusia 23 tahun, meninggal dunia pada tanggal 17 Februari 2003. Menurut hasil autopsi, ditemukan sejumlah besar efedra dalam tubuh Steve Bechler dan secara signifikan berkontribusi terhadap kematiannya. Ia rutin mengonsumsi produk penurun berat badan mengandung efedra, yaitu tanaman yang telah digunakan dalam pengobatan tradisional Tiongkok selama ribuan tahun. Tanaman ini mengandung efedrin, senyawa yang dapat merangsang sistem saraf pusat.

Kasus tersebut memicu United States Food Drug Authority (U.S FDA) melakukan penyelidikan intensif terhadap keamanan produk yang mengandung efedra. Pada akhirnya, pada tahun 2004, U.S FDA mengeluarkan regulasi tentang pelarangan produk yang mengandung efedra. Ketentuan tersebut didasarkan pada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa efedra dapat menyebabkan risiko kesehatan serius, seperti peningkatan tekanan darah, masalah jantung, hinga kematian terutama ketika digunakan dalam dosis tinggi atau dalam jangka waktu yang lama.

Kasus ini memberikan pelajaran bahwa risiko penggunaan produk bahan alam tetap ada. Seperti halnya obat, obat bahan alam dapat memiliki efek samping, yang mungkin bersifat merugikan. Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan produk obat bahan alam sering kali disebabkan oleh masalah kualitas, kontaminasi, interaksi, kesalahan penggunaan spesies bahan alam, kesalahan indikasi, dan keselahan dosis. Maka dari itu, pemantauan keamanan produk obat bahan alam merupakan hal yang penting dilakukan untuk mencegah risiko keamanan dikemudian hari.

Monitoring Efek Samping Obat Bahan Alam dan Peran Tenaga Kesehatan

Sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO, Jamu (Obat Bahan Alam) perlu ditingkatkan daya saingnya. BPOM melakukan penjaminan keamanan, mutu dan khasiat produk Obat Bahan Alam (OBA) beredar secara menyeluruh, baik sebelum produk dipasarkan maupun pengawalan post market selama siklus produk tersebut beredar di sarana distribusi dan masyarakat guna meningkatkan daya saing OBA. Berdasarkan data registrasi, jumlah produk OBA yang terdaftar di BPOM selama kurun waktu 5 tahun sekitar 30 ribu produk, dan setiap tahun mengalami peningkatan.

Pemantauan kejadian tidak diinginkan (KTD)/ efek samping pada penggunaan produk OBA, seperti halnya monitoring efek samping obat, merupakan bagian dari pengawasan post market dalam rangka perlindungan kesehatan masyarakat. Banyak bukti menunjukkan bahwa sebenarnya efek samping OBA dapat dicegah, dengan pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan pemantauan aspek keamanan OBA, atau dikenal sebagai monitoring efek samping.

Jumlah laporan monitoring efek samping yang diterima oleh BPOM masih relatif rendah dalam kurun waktu yang sama, yaitu 5 tahun terakhir hanya berjumlah 297 laporan. Masih diperlukan upaya optimalisasi peran dan intensifikasi kolaborasi lintas sektor terutama untuk meningkatkan efektifitas pemantauan efek samping produk Obat Bahan OBA.

Kegiatan monitoring efek samping OBA memerlukan partisipasi aktif oleh seluruh pemeran kunci pada siklus produk, termasuk tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak pelayanan Kesehatan dan penyerahan produk farmasi kepada pasien memiliki peran penting dalam monitoring efek samping OBA. Hal ini sesuai dengan amanat dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standard Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Puskesmas, Apotek dan Klinik yang menyatakan bahwa Monitoring Efek Samping merupakan salah satu bentuk pelayanan farmasi klinik yang termasuk ke dalam standar pelayanan.

Tenaga kesehatan, termasuk dokter, perawat, apoteker, dan bidan memiliki peran utama dalam mengumpulkan informasi tentang KTD/ efek samping yang dialami pasien selama penggunaan OBA serta melaporkannya sebagai bagian dari tanggung jawab profesi. Selain itu, tenaga kesehatan bertanggung jawab untuk memberikan edukasi kepada pasien tentang potensi efek samping OBA yang mungkin terjadi serta mengajarkan pasien untuk mengenali dan melaporkan efek samping yang mereka alami. BPOM telah menyiapkan pedoman yang dapat digunakan oleh tenaga kesehatan sebagai pedoman dalam penerapan monitoring efek samping OBA.


QR Code untuk unduh pedoman

Aplikasi Pelaporan Monitoring Efek Samping

Pengembangan digitalisasi melalui penggunaan teknologi informasi dalam proses pelaporan monitoring efek samping telah dilakukan oleh bpom dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penerapan pemantauan keamanan. Kemudahan aksesibilitas berbagai pihak, baik tenaga kesehatan di rumah sakit, apotek, pelaku usaha dan masyarakat umum secara luas untuk melakukan pelaporan Monitoring Efek Samping OBA melalui sistem aplikasi e-MESOT diharapkan dapat meningkatkan efektifitas interaksi dan kolaborasi antara BPOM dengan berbagai pihak.

Dalam penyiapan pelaporan KTD/ efek samping, sejawat tenaga kesehatan diharapkan menggali informasi dari pasien atau keluarga pasien. Untuk melengkapi informasi lain yang dibutuhkan dalam pelaporan dapat diperoleh dari catatan medis pasien.

Melalui peran aktif dan kolaborasi antara pemeran kunci serta pemanfaatan teknologi informasi, diharapkan monitoring efek samping OBA dapat berjalan efektif untuk melindungi keselamatan pasien dan memberikan kontribusi penting terhadap kebijakan kesehatan masyarakat.