Hai #SahabatBPOM. Kratom dikenal dengan julukan “Daun Surga Asal Kalimantan”. Masyarakat Kalimantan menganugerahi julukan tersebut karena khasiat yang dimiliki daun kratom sebagai pengobatan tradisonal. Daun kratom dipercaya dapat meningkatkan daya tahan tubuh, menambah energi, mengatasi depresi, menambah nafsu makan, dan stimulan seksual (Wahyono et al., 2015). Daun kratom juga dipercaya sebagai obat alami untuk mengobati diare, rematik, asam urat, batuk, demam, cacingan, malaria, diabetes, hipertensi, disentri, cephalgia, stroke, kolestrol, dan menyembuhkan luka (Veltri dan Grundmann, 2019).
Daun kratom mengandung lebih dari 40 jenis senyawa alkaloid yang baik bagi tubuh, antara lain Mitragynine, 7-hydroxymitragynine, Speciociliatine, Corynantheidine, Speciogynine, Paynantheine, dan Mitraphylline. Potensi zat Mitragynine dalam kratom dapat digunakan sebagai alternatif untuk menggantikan Metadon dalam program terapi bagi penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya (NAPZA). Hasil penelitian Meireles et al. (2019) menemukan bahwa ekstrak dan hasil fraksinasi Mitragynine speciosa, yaitu zat Mitragynine yang memiliki kemampuan sebagai analgesik opioid, seperti fungsi Metadon. Mitragynine memiliki karakteristik lebih baik jika dibandingkan dengan Metadon untuk terapi, karena terikat pada reseptor Mu-Opioid secara lebih stabil, sehingga dapat memberikan efek lebih lama dan memiliki toksisitas yang lebih rendah dibandingkan Metadon.
Tanaman kratom dinilai memiliki manfaat ekologi, ekonomi, dan kesehatan, namun dibalik beragam manfaat yang ditawarkan oleh daun kratom, ternyata dapat membahayakan kesehatan dan menimbulkan efek samping, jika digunakan secara tidak tepat. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengemukakan terdapat 263 keluhan terkait efek samping negatif kratom bagi kesehatan, antara lain gelisah, halusinasi, insomnia, sembelit, gangguan hati, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan secara drastis, hiperpigmentasi, bahkan kematian (Klikdokter, 2021). CDC menyatakan kratom sebagai penyebab kematian sebanyak 91 orang di Amerika Serikat dari Juli 2016 hingga Desember 2017 disebabkan over dosis teh kratom. Kratom merupakan satu-satunya zat yang terdeteksi dalam uji toksikologi, meskipun CDC menyatakan tidak bisa mengesampingkan zat lain. Selain itu, seorang ibu melahirkan bayi yang memiliki gejala putus obat (withdrawl), sehingga gelisah, menjerit, dan membutuhkan suntikan morfin agar tetap hidup (BNN Sangau, 2021).
Drug Enforcement Administration (DEA) menyatakan bahwa mengonsumsi kratom dapat menimbulkan adiksi atau ketergantungan. Efek samping kratom pada manusia tergantung dari dosis yang dikonsumsi. Pengguna baru yang mengunyah kratom hanya membutuhkan beberapa helai daun setiap hari, sedangkan bagi pengguna berat harus mengunyah kratom 3–10 kali perhari, bahkan dapat meningkat sampai 0–30 daun atau lebih setiap hari. Rata-rata masyarakat menggunakan 10–60 daun setiap hari. Pada dosis rendah, kratom merupakan stimulan yang dapat meningkatkan konsentrasi, energi, dan kewaspadaan, sedangkan pada dosis tinggi kratom mempunyai efek narkotika yang serupa dengan morfin (BNN Gorontalo, 2021).
Badan POM selaku otoritas pengawasan obat dan makanan menetapkan peraturan untuk melindungi masyarakat dari efek samping dan bahaya yang dapat ditimbulkan dari penggunaan kratom, maka sejak tahun 2016, BPOM telah melarang penggunaan Mitragyna speciosa (Kratom) dalam Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan sesuai surat edaran nomor HK.04.4.42.421.09.16.1740 tahun 2016.